Suatu hari saat saya menonton salah satu video Youtube tentang anak ayam, saya membaca salah satu komentar yang menggelitik. Bunyinya kurang lebih seperti ini: "If an egg is broken by an outside force, life ends. But if it's broken by an inner force, life begins."
Sebuah telur akan berakhir kehidupannya jika dipecahkan dari luar. Namun jika dipecahkan oleh kekuatan dari dalam telur itu sendiri, kehidupan akan dimulai. Dengan kata lain, anak ayam akan bisa hidup jika dia menggunakan kekuatannya untuk memecahkan cangkangnya ketika dia masih berada di dalam cangkang telur itu dan dierami induknya. Sangat masuk akal.
Namun, apa yang terjadi pada beberapa anak ayam yang saya punya sedikit berbeda. Saat tiba waktunya sang induk ayam menyambut beberapa anaknya yang mulai keluar dari cangkangnya, saat itu pula saya perhatikan hari demi hari beberapa telur yang lain tidak segera menunjukkan keretakan tanda ada kehidupan di dalam cangkang tersebut.
Sang induk pun terlihat tidak sabar untuk segera turun dari tempat pengeramannya karena si anak-anak ayam yang sudah menetas mulai merasa butuh bergerak bebas.
Saya langsung membuat keputusan untuk mengambil lima telur yang belum menetas. Suami saya segera menyiapkan bola lampu untuk menghangatkan telur-telur itu. Kemudian saya letakkan telur-telur itu di kardus dengan diberi kain-kain dari baju bekas untuk menambah kehangatan.
Saat itu saya yakin masih ada kehidupan di dalam telur itu yang belum siap untuk keluar. Saya simpulkan seperti itu karena berat telur-telur itu yang masih normal. Jika sudah sangat ringan, biasanya memang tidak ada anak ayam di dalamnya; isinya hanya cairan.
Dan ternyata setelah dua hari dihangatkan oleh lampu dan kain, satu telur mulai terlihat retak dan terdengar suara anak ayam dari dalam cangkangnya. Kemudian disusul dengan dua telur yang lain.
Yang membuat saya heran, retakan-retakan itu seperti tidak berlanjut lagi. Seperti seakan-akan anak ayam di dalamnya sudah kehabisan tenaga untuk memecahkan cangkangnya. Dengan harap-harap cemas, saya coba untuk mengupasnya secara pelan-pelan. Saya kupas sampai tidak ada cangkang tersisa dari tubuhnya. Termasuk juga saya bukakan kulit arinya yang masih ada darahnya. Tinggal tersisa anak ayam yang masih meringkuk dan basah.
Tiga hari berturut-turut saya lakukan hal itu. Saya tidak mau melakukan hal yang sama di hari yang sama untuk ketiga telur yang sudah retak tadi karena selain tidak tega, saya kuatir jika ternyata setelah saya kupas, anak ayamnya malah tidak bisa bertahan hidup karena pecahnya cangkang bukan dari tenaga dia sendiri, melainkan dari (paksaan) saya.
Ternyata tiga anak ayam tersebut sudah menunjukkan tanda-tanda ayam yang sehat. Mereka sudah bisa makan dan minum. Masih ada dua telur lagi. Salah satu sudah menunjukkan ciri telur yang rusak (kopyor). Masih ada harapan dari satu telur terakhir.
Telur yang terakhir itulah yang benar-benar saya paksa mengupasnya. Dari satu retakan kecil di area paruh kecilnya, saya bulatkan tekad untuk mengupasnya walaupun sempat ada banyak tetesan darah dari cangkang dan kulit arinya.
Anak ayam yang terakhir saya kupas itu butuh waktu tiga hari sampai benar-benar bisa berdiri, makan, dan minum. Selama tiga hari itu, saya terus melihat perkembangannya. Saya pikir, jika ternyata sang anak ayam terakhir itu tidak bisa bertahan hidup, paling tidak dia sudah bisa merasakan keluar dari cangkangnya.
Sampai detik ini, keempat anak ayam itu masih bisa bertahan. Tanpa induk ayam. Mereka sudah berumur sekitar dua bulan. Sementara ini, sayalah induknya 😅. Foto berikut ini saya ambil saat mereka masih berumur sekitar tiga mingguan.