Masker sedang mendunia. Berkat korona, usaha tekstil kecil-kecilan menjadi menggeliat untuk memproduksi masker. Orang-orang yang hilir mudik pun memperlihatkan masker beraneka warna yang mereka pakai. Pemakaian masker yang saat ini dipaksa untuk menjadi kebiasaan saya rasakan sebagai 'tantangan'.
Ada dua hal yang saya anggap sebagai tantangan dari pemakaian masker. Pertama, saya berjuang keras bernafas dari balik masker. Saya merasakan susahnya bernafas ketika saya memakai masker. Apalagi ketika saya sedang berbicara. Saya tersiksa dengan karbondioksida saya sendiri yang saya telan lagi.
Ketika saya diam, bernafas masih bisa lumayan lancar asalkan saya berkonsentrasi. Saya memaklumi diri sendiri karena belum terbiasa. Bernafas bisa agak menjadi lancar jika saya berkendara motor karena ada hembusan angin yang menerpa wajah.
Hal berikutnya yang saya anggap sebagai tantangan jika pemakaian masker ini akan berlangsung terus menerus adalah menghilangnya satu ekspresi wajah orang yang menjadi favorit saya, yaitu senyum. Saya pasti akan selalu merindukan senyum orang-orang. Karena masker, saya terpaksa hanya fokus melihat area mata lawan bicara saya.
Pada akhirnya, berkat pemakaian masker, kita mungkin saja bisa menjadi orang yang handal dalam bernafas meskipun akses udara untuk masuk hidung akan terhalang oleh kain. Kita juga bisa menjadi handal dalam membaca sorot mata orang. Kita jadi bisa membedakan mata mana yang bisa tersenyum tulus, mata mana yang tersenyum penuh kepalsuan, mata mana yang serius memperhatikan, dan mata mana yang benar-benar peduli dengan sekitarnya.
Semoga berhasil terbiasa dengan pemakaian masker.
No comments:
Post a Comment