Siapa yang tidak ikut merasa bahagia apabila ada seorang teman memberikan kabar bahwa dia akhirnya akan menikah? Sahabat dekat dan kerabat dari orang yang akan menikah itu pasti dengan senang hati akan datang ke pesta pernikahannya dan mendoakan untuk kebahagiannya.
Namun, berbagi pun ada batasannya. Ada kalanya, apa yang Anda bagikan kepada orang lain itu justru akan membuat orang lain itu menyimpulkan tentang Anda. Walaupun Anda mempunyai prinsip "gak ngurus", atau tidak peduli apa kata orang, tetapi ada baiknya hentikan kebiasaan membagi 4 hal berikut ini: (1) kehidupan pribadi Anda dan keluarga Anda yang bersifat rahasia, (2) aib orang lain atau keluarga lain, (3) tujuan atau goal Anda, dan (4) kebaikan dan kemurahan hari Anda.
Yang pertama, kehidupan pribadi Anda yang bersifat rahasia. Anda tentunya bisa memilah mana bagian dari kehidupan pribadi Anda yang Anda relakan untuk dijadikan konsumsi publik. Anda tentu rela jika bercerita kepada orang lain kalau suami Anda sangat menyukai sup buatan Anda. Atau Anda seorang suami yang keceplosan bercerita kalau istri Anda tidak terlalu suka memakai make up yang mencolok. Sah sajalah cerita-cerita seperti itu. Tidak diceritakan juga tidak masalah. Namun, apa jadinya jika Anda bercerita tentang kebiasaan Anda yang suka mengomeli suami Anda yang sering pulang malam. Jika memang kejadiannya seperti itu, orang lain tidak perlu tahu. Cukup Anda dan suami yang tahu, dan segera selesaikan masalah Anda berdua.
Yang kedua adalah aib orang lain atau keluarga lain. Adakah faedahnya buat Anda jika Anda dengan menggebu-gebu bercerita kepada teman-teman Anda tentang begitu pelitnya Pak Fulan (bukan nama sebenarnya)? Pak Fulan yang nota bene adalah orang paling kaya di desa Anda tapi tidak pernah mau berbagi rejeki dengan tetangga sekitarnya?Apakah dengan bercerita seperti itu Pak Fulan akan seketika mendapatkan hidayah menjadi orang yang dermawan? Saya tidak tahu. Tapi yang jelas, dengan bercerita seperti itu, Anda menunjukkan nilai Anda sendiri di mata orang lain yang mendengarkan cerita Anda.
Berikutnya yang ketiga adalah tujuan Anda. Sudah ditunjukkan oleh beberapa orang yang saya kenal bahwa ketika mereka mengungkapkan keinginan dan tujuannya kepada saya, ada kecenderungan bahwa apa yang dia usahakan untuk lakukan dalam rangka mencapai tujuannya itu tidak terlalu ngoyo, terkesan santai. Ada yang tercapai tapi tidak maksimal, ada pula yang tidak tercapai sama sekali. Contoh kasusnya adalah tujuan untuk mengurangi berat badan๐ . Dia bilang bahwa dia punya target untuk mengurangi sekitar 10 kg berat badannya. Dia bilang dia ingin diet dan olahraga teratur. Tapi setelah saya lihat perkembangannya, dia terkesan tidak menunjukkan ambisinya untuk mencapai tujuannya itu. Jadi, lebih baik terlihat semakin lama semakin berkurang berat badannya tanpa bilang ke orang-orang bahwa Anda ingin diet, daripada sudah terlanjur siaran ke orang-orang bahwa Anda ingin diet tapi kok berat badan nampak stabil-stabil saja atau bahkan makin tambah membesar.
Keempat adalah kemurahan hati Anda. Jika Anda bilang ke orang lain bahwa Anda sudah menyumbang sekian juta untuk panti asuhan dan masjid di kota Anda atau di kota lain, saya yakin gaya Anda bercerita adalah gaya yang mencirikhaskan orang yang sombong: bersuara nyaring, kepala agak mendongak, dan dada dibusungkan. Mungkin dengan bercerita seperti itu Anda punya niat untuk memotivasi orang lain agar mau bermurah hati seperti Anda. Namun, jika Anda menuruti semboyan: Sembunyikan amalanmu seperti kamu menyembunyikan dosamu, maka dari lubuk hati Anda yang paling dalam, akan muncul rasa bersalah jika Anda menceritakan kebaikan Anda kepada orang lain.
Selamat berbagi rejeki dan berbagi kabar baik.