Labels

14/11/2012

What a crazy morning

On a special ocassion, I had to come to the office early in the morning. After I did my morning routines at home, I just went to the office feeling fresher because of the morning air. When I arrived at the office, I saw fresh faces and pale faces. It was relieving to see fresh faces, but a horrible feeling came to me when I saw those pale faces without make-ups! I am talking about the women. About the men, as long as they wash their face and spray little cologne onto their body, they will get freshness. But the women still need make-ups. If they go to the office right after they wash their face and spray perfume, they will still look horrible!

So, here is what happened in the staff's room. I sat calmly in front of the computer, opening e-mail and browsing news. The other horribly pale women were busy doing the make-ups! What the heck did they do at home? At least 10 minutes before going? 10 minutes for me is very enough for making up my face!! And for them? They spent almost 30 minutes for that in the room!! They seemed to not care about the job that they would do. They just cared about their face! It was right if they wanted to look beautifully perfect in front of the clients, customers, or students. But it was ridiculous to spend the whole 30 minutes for make-ups.

I am not saying that I did the right thing and they did not. I am just saying that being quick in using the cosmetics  is wiser. Just consider this: in maximum 10 minutes, women will spend less from every cosmetics item; less eye shadow, less moisturizer, less foundation (I don't think foundation is important), less powder, etc. And their face will look light and naturally fresh. But what will happen if they spend 30 minutes or even more? What a heavy face! What a waste! What a face torture! And the skin aging will come faster and faster..



21/09/2012

Rasa ini

Ketika terkuak kenyataan pintu asa
Apa yang tersisa hanyalah rasa
Rasa kecewa
Bercampur dengan lega.

Batin berkata itu hanya sia-sia
Asa itu akan jua musnah
Diterpa waktu.

Hanya satu yang tersisa
Rasa lega bercampur impian
Tuk tetap hidup berguna.

06/07/2012

KURSI OH KURSI....

Ada kisah menarik yang saya lihat sendiri tentang kursi . Ini adalah kisah nyata; bukan rekayasa saya. Di suatu sore ada kegiatan perkumpulan. Di perkumpulan tersebut, banyak tersedia kursi untuk tempat duduk peserta kegiatan. Ada 2 kursi khusus yang diperuntukkan bagi 2 orang yang dipercaya memimpin kegiatan itu. Semua peserta kegiatan saat itu sudah berkumpul, kecuali salah satu pengisi 2 kursi khusus. Ada seorang peserta yang lebih senior yang sengaja mengambil salah satu kursi dari 2 kursi khusus tersebut. Dia punya alasan mengapa dia mengambil kursi itu; yaitu bahwa dia butuh kursi yang bisa menopang punggungnya (jenis kursinya memang beda; untuk peserta adalah kursi tanpa sandaran, sementara untuk 2 orang yang memimpin kegiatan, kursinya adalah yang ada sandarannya).

Kemudian, pemimpin kegiatan yang terlambat masuk ruangan. Saat itu, saya mengamati sesuatu tentang dia yang membuat saya bertanya-tanya. Posisi untuk kursinya sedang kosong; tidak ada kursi. Dengan tidak punya rasa malu ataupun sungkan karena datang terlambat, dia bilang ke seniornya yang memakai kursinya,"Lha terus saya duduk di mana, Pak?" Tanpa komentar, si Bapak yang lebih senior yang seharusnya dihormati oleh si Bapak yang datang terlambat itu menyerahkan kursi tersebut dan kemudian mengambil kursi lain yang tanpa sandaran. Si Bapak yang datang terlambat pun duduk dengan tenangnya di kursi yang ada sandarannya tersebut. Lalu acara pun dimulai.

Jadi, yang membuat saya bertanya-tanya adalah sikap si Bapak yang datang terlambat tersebut. Kok dia tidak punya inisiatif untuk mengambil kursi yang lain? Itu tentang inisiatif. Yang berikutnya adalah tentang tata krama. Mengapa dia tidak mempunyai rasa sungkan karena datang terlambat, padahal orang yang posisinya lebih tinggi dan umurnya lebih senior sudah datang? Yang berikutnya lagi adalah tentang kursi (kedudukan). Apakah berarti dia adalah jenis orang yang tidak suka jika kedudukannya digeser walaupun dia melakukan kesalahan yang fatal?

16/06/2012

EFEK DORONGAN NEGATIF

Kata 'reinforcement" sangat sering digunakan di segala bidang. Kata tersebut bisa diartikan sebagai "dorongan". Ketika seseorang butuh untuk melakukan sesuatu yang penting tapi dia tidak mempunyai cukup nyali untuk melakukannya, dia membutuhkan dorongan. Tentunya dorongan itu harus yang positif. Contoh sederhana adalah, "Hayo!! Kamu pasti bisa!!

Saya pernah membaca sebuah cerita sangat pendek yang membuat saya sangat terhenyak. Cerita itu ada hubungannya dengan tema tulisan saya ini. Berikut ini detil ceritanya:

Ada segerombolan katak yang hendak melanjutkan pengembaraannya menuju daerah yang berlimpah makanan. Perjalanan itu begitu melelahkan karena mereka baru saja keluar dari daerah lama mereka yang minus makanan. Tentu saja mereka berangkat tanpa mengisi perut mereka dengan makanan yang cukup. Di tengah-tengah perjalanan, tiba-tiba 2 katak terjatuh ke lubang yang cukup dalam. Kata teman-teman mereka kepada kedua katak itu, "Wah! Sudahlah, kalian menyerah saja. Tidak mungkin kalian bisa naik. Lubang itu terlalu dalam!". Teman-teman mereka terus mengatakan hal itu karena memang mereka yakin dengan keputus asaan bahwa kedua teman mereka itu tidak bisa selamat. Dan memang benar; salah satu katak itu terjatuh dan mati. Tetapi, katak yang satunya lagi terus berusaha naik, hingga akhirnya dia bisa mencapai atas dan selamat. Katak-katak lain bertanya pada katak yang selamat itu,"Kamu kok bisa naik?" Si katak yang selamat itu berkata, "Aku berusaha sekuat tenaga. Terima kasih karena tadi kalian menyemangati aku agar aku bisa naik." Ternyata katak yang selamat itu tuli...

Dari cerita itu, banyak yang saya ambil hikmahnya. Ketika misalnya saya mau melakukan sesuatu yang membutuhkan usaha yang berat, saya butuh dorongan positif. Dorongan itu bisa dari orang lain atau dari saya sendiri. Saya cukup bilang dalam hati atau dengan suara keras dan yakin, "Saya pasti bisa melakukannya!" Jika dalam hati saja terucap, "Kok kayaknya sulit sekali ya? Bisa nggak, ya?", kemungkinan terbesar yang terjadi adalah saya tidak akan berhasil melakukannya. 

Jadi, jika kita berpikiran positif, dorongan positif akan muncul secara otomatis. Jangan pernah punya prasangka buruk tentang proses dan hasil akhirnya. Yakinkan pada diri sendiri jika kita mampu. Dan pastinya, lakukan hal itu dengan yakin.

02/06/2012

No Fake Excuses

There is a tendency for some people to make some excuses when they are absent in doing their duty. For example, a student who must come to class but he does not will find reasonable excuses to convince his teacher. He might say that he is sick, or has a job interview, or his mother is sick and he has to accompany her in the hospital. Or maybe it is just a simple reason that he has a flat tyre. Another example is a female staff in an office. She asks her boss  a day or two-leave because she has her menstrual period, or she gets a terrible headache, or her son is so seriously ill that she must take that child to the hospital.

If we happen to experience this case, the most important thing is just to tell the truth, to give true excuses. Let us think for a while about the following illustration:
Mr. x needs to be off from his work because a near relative will hold a big wedding party and he must help that relative. That party will force him to be off from work for at least 5 days. What is he going to say to his boss? Is he going to say that he needs 5 days off for a wedding party (it will sound like 5 days off for having fun)? Of course the boss will not give him permission. He needs to find a perfect excuse. So, he creates an excuse that makes his mother as the subject. He tells his boss that he must take care of his mother because she is hospitalized and that no one else will do that except him. The boss is kind-hearted, so the permission is given. Then there he goes for the wedding party stuff. And his mother is just fine with him in the party.

From the illustration above, we can make a rough conclusion that Mr. x is irresponsible for many things; for his job, for his mother, for his religion (if he has a religion), for his conscience. The most risky one is about his mother's condition. How if she will really get sick finally? If he has a clear conscience, he will really regret that he has made a fake reason to be excused from his work.

Last but not least, I want to give my opinion in this simple writing: Let us just keep telling lies if we are ready to face the punishment from ALLAH for our next life in AKHIRAT. But if we are afraid of His punishment, let us start by being honest and regretting our mistakes.

21/05/2012

Kejutan Tiket Masuk Telaga Ngebel

Banyak cara dilakukan oleh sebuah pemerintah kabupaten untuk membuat objek wisata yang dimilikinya 'laku'. Salah satu cara, yang menurut saya konyol, dilakukan oleh Pemkab Ponorogo untuk Telaga Ngebelnya. Hari Minggu tanggal 20 Mei 2012 saya dan suami berniat melihat ketenangan telaga Ngebel. Tidak ada kecurigaan kalau akan ada event khusus di Ngebel, walaupun hari itu bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional karena saya yakin Pemkab Ponorogo dan pemkab-pemkab lainnya masih membuai pegawainya dengan libur panjang (17 Mei, Kamis, adalah tanggal merah). 

Dengan semangat kami berangkat pagi-pagi agar masih kebagian udara sejuknya di sana. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit dari rumah, saya heran ketika tiba di loket. Banyak pria berseragam (bukan seragam pemkab, tapi seperti seragam buat satu komunitas) sedang duduk-duduk di sekitar loket. Namun dengan percaya diri, saya menyodorkan uang Rp 5000 karena saya tahu tarifnya memang sebesar itu untuk 2 orang. Secara mengejutkan, salah satu orang berseragam itu memberitahu bahwa tarifnya berubah menjadi Rp 15000; 2 orang berarti Rp 30000. Masalahnya, yang membuat saya syok bercampur jengkel adalah bahwa dia tidak memberitahu mengapa ada perubahan tarif yang begitu melonjaknya. Otomatis, saya terpaksa menanyakannya. Ternyata, dari penjelasannya yang tanpa senyum dan muka ramah, ada event dangdut di area telaga Ngebel. Jadi, kesimpulan saya sendiri adalah bahwa pengunjung dan penikmat ketenangan telaga Ngebel dipaksa menonton acara dangdut yang notabene tidak tenang. Jelas tidak bisa tenang karena acara seperti itu identik dengan goyang seronok dan musik yang sound systemnya menghancurkan gendang telinga. Yang pasti, karena saya dan suami saya bukan penggemar dangdut, kami balik kanan. Sayang juga kalau harus kehilangan Rp 30000 untuk mendapatkan ketidaktenangan. Lebih baik uang itu buat cari sarapan yang enak. Itupun masih ada kembalian.

Perjalanan balik kanan saya diliputi dengan komentar-komentar dalam hati tentang pemkab Ponorogo. Karena ini sedang menulis, saya tuangkan di sini saja. Komentar saya bukanlah hinaan buat pemkab Ponorogo; hanya berupa masukan, siapa tahu ada pihak dari sana yang membaca tulisan ini. Menurut saya, kalau memang ada event hingar bingar seperti dangdut atau musik jenis lain, lebih afdol kalau diadakan di tempat lain. Ngebel banyak dikunjungi orang karena ketenangannya dan misterinya. Kalau ada acara hingar bingar, suasana syahdu telaga jadi hilang. Tapi kalau memang tidak ada pilihan tempat lain, tiket masuk bisa tetap sama tarifnya, sementara untuk acara dangdut yang di dalam dibuatkan tempat khusus tertutup. Jadi pengunjung yang tertarik dengan dangdut (saya yakin sekali kalau banyak yang tertarik) bisa bayar tiket masuk event itu. Dengan penataan seperti itu, saya yakin akan menimbulkan kesan yang baik dari pengunjung telaga, khususnya yang jauh-jauh datang dari luar kota. Jangan punya kekuatiran kalau-kalau nanti acara dangdutnya sepi penonton. Dangdut kan is the music of my country; pasti laku. 

Semoga tulisan ini bermanfaat, paling tidak bisa jadi bahan cerita. Untuk pemkab Ponorogo, kalau memang cara menaikkan tarif masuk ke Ngebel secara sangat melonjak tersebut adalah salah satu cara menaikkan pendapatan daerah karena untuk 'keperluan-keperluan yang lain', saya berharap itu untuk keperluan penting. 

18/05/2012

care what you have

It is a story about chickens and the owner. Reno is really upset now. The 24 chickens that he really loves are dead. Snot disease has attacked them to death in only 6 days. However, he still has some baby chickens, a hen which will hatch her eggs, and a hen which can never lay eggs because of "tetelo" disease. They are his hope to take care of as loving pets. And he's also taken some lessons about life from the dead and the living chickens: love and care what you have as you can, but never regret it when they leave you because their time to leave you has come and they cannot deny it; you can't either.

Berpikir positif

Ada baiknya jika kita selalu berprasangka baik tentang semua. Ambil contohlah tentang masalah suami istri. Si suami akhir-akhir ini sering pulang terlambat. Istri yang cenderung berpikiran negatif akan menyangka kalau si suami mempunyai wanita idaman lain. Hidup istri itu akan terasa tersiksa karena kecurigaan-kecurigaan yang belum terbukti benar. Si suami pun pasti akan merasakan perubahan sikap istrinya ke dia. Pada saat kesabaran si suami sudah di ambang batas karena sikap istrinya yang tidak masuk akal, dia mungkin akan mencari kenyamanan di luar dengan cara mencari wanita lain yang tidak mengintimidasinya. Pada akhirnya ketika si istri tahu bahwa kecurigaannya terbukti benar, ada rasa kepuasan yang bercampur dengan rasa sakit hati karena dikhianati. 
Akan terasa lebih damai jika si istri berpikiran positif, misalnya mempunyai prasangka kalau suaminya mempunyai pekerjaan sampingan yang belum diberitahukan ke istri. Sikap istri akan tetap menyenangkan karena prasangka baik itu. Andai saja ternyata si suami memang memiliki wanita idaman lain yang menyebabkan dia pulang terlambat dan pada akhirnya si istri mengetahuinya, saya yakin si istri tetap bisa berpikiran jernih tentang bagaimana mengambil sikap.

Motor Butuh Bensin

Ketika kita memiliki sesuatu, ada kebenaran yang akan terungkap tentang jati diri kita. Misalnya ketika kita memiliki sebuah motor. Motor yang masih nyaman dikendarai walaupun usianya sudah menuju masa aus menunjukkan bahwa si pemilik adalah orang yang peduli. Dia bersedia merawat walaupun usia motor itu sudah mendekati masa-masa tidak bisa dikendarai lagi atau harus turun mesin.

Kalau yang kita miliki adalah benda hidup, misalnya tanaman bunga mawar, kita harus menjadi orang yang lebih perhatian dan sensitif karena mawar itu mempunyai "perasaan". Dia akan tahu jika dia kekurangan air. 

Kembali ke kasus motor, sebenarnya motor juga akan tahu kalau dia kehabisan bensin. Dan mestinya si pemilik akan langsung beli bensin untuk motornya itu. Kalau dia nekad mengendarai motor itu tanpa bensin, dia orang bodoh. 

Mengenai mawar, jika dia kering karena kekurangan air, si pemilik yang sensitif akan segera menyiraminya. Tapi jika si pemilik adalah orang yang tidak peduli, walaupun dia tahu bahwa mawarnya kering, hatinya tidak akan tersentuh untuk segera menyiraminya.