Labels

18/04/2018

Mari berbicara dengan sederhana


Bahasa sangatlah penting dalam kehidupan kita sehari hari. Suatu hal akan lebih mudah kita ungkapkan dengan lisan  meskipun ada pula yang dapat kita mengerti dengan isyarat.  Dalam kehidupan kita saat ini, mungkin banyak di antara kita yang mengungkapkan sesuatu dengan bahasa asing ataupun bahasa gaul. Terlintas di benak kita bahwa gaya berbahasa tersebut akan meningkatkan status diri kita di depan lawan bicara. Tetapi sadarkah kita apakah yang ingin kita sampaikan dapat dipahami oleh lawan bicara kita? Itu yang harus digarisbawahi dan dicetak tebal dengan penulisan miring. Berikut adalah sebuah contoh kasus sederhana dan menggelitik tentang kasus penyampaian yang kurang pas dan jadinya amburadul.

Ada seorang guru SD di pelosok desa, dengan jenjang pendidikan tinggi yang bergelar S.Pd, S.H, S.Sos,  M.M, M.Hum dan seterusnya sampai susah mengejanya. Sang guru juga aktif dalam organisasi masyarakat dan kepartaian. Menurut kabar yang beredar, sang guru juga mau mencalonkan diri menjadi ketua RT di kabupatennya. Untuk lebih mudah memahami cerita, kita sebut saja sang guru dengan nama Pak Jhon.
 
Di suatu hari saat istirahat siang di sekolah tempatnya mengajar, pak Jhon merasakan suasana yang panas. Walaupun berada di dalam ruangan, pak Jhon tidak kuat menahan hawa panasnya karena 50% atap ruangan sudah hilang. Kerongkongan pak Jhon pun seperti terbakar. Akhirnya pak Jhon menyerah, dan memanggil Panjul muridnya kelas 3 yang ingusan, kerempeng, dan dekil. Pak Jhon minta tolong pada Panjul untuk membelikan ORANGE JUICE di toko yang tidak jauh dari sekolahnya. Dengan sigap si Panjul siap melaksanakan tugas karena dia adalah murid yang berbakti. Pak Jhon memberikan uang 50 ribu rupiah dan bilang ke Panjul, “Tulung tukokno minuman orange  juice. Tak ejrah yo, O-R-A-N-G-E  juice.” Setelah pak Jhon mengeja nama pesanan minumannya itu,  si Panjul pun menjawab, “Injih Pak.” Si Panjul lalu berlari secepat mungkin ke toko. 

Sesampainya di toko, si Panjul merasa agak bingung dengan permintaan pak Jhon. Setelah berpikir keras tentang nama minuman yang dieja oleh pak Jhon tadi, si Panjul memberanikan diri bertanya pada pemilik toko, “Buk, badhe tumbas ombenan sing mboten nyuntik.”  Si ibu pemilik toko merasa kebingungan dengan mulut menganga mendengar ucapan si Panjul tersebut. Lalu si ibu bertanya,  “Iku ombenan opo yo? Aku gak tau ngerti. opo iku ombenan anyar yo? Terus olehe kulakan nang ngendi? Jajal sesuk tak golekne.” 

Mendengar jawaban si ibu pemilik toko, si Panjul takut bukan kepalang dan lari tunggang langgang. Ketika mendekati sekolah, langkahnya lemas kecapekan dengan hati gundah gulana karena merasa gagal menunaikan tugas kehormatan sebagai murid berbakti. Pikiran si Panjul melayang membayangkan hukuman yang akan diterima karena mandat pak Jjhon tidak terpenuhi. Dengan hati was was si Panjul memberanikan diri untuk melaporkan kegagalan tugasnya. Baginya tugas adalah tugas dengan kejujuran yang harus diembannya. 

Di hadapan pak Jhon dia menghadap dan meminta maaf,  “Pak,  pangapunten, teng toko mboten wonten minuman sing mboten nyuntik.” Mendengar laporan si Panjul, pak Jhon melongo dan tepuk jidat sambil berkata, “Yo wes lah, tak tuku dewe, wes kono gek ndang mlebu kelas.”

Dari cerita di atas, jelas sudah bahwa bahasa berperan dalam menyampaikan maksud dan membuat paham lawan bicara kita. Yang kita utamakan adalah pemahaman tentang karakter orang yang kita ajak bicara; bukan mengutamakan pencitraan untuk memperlihatkan status sosial kita.
 






No comments:

Post a Comment