Bahasa sangatlah penting dalam
kehidupan kita sehari hari. Suatu hal akan lebih mudah kita ungkapkan dengan
lisan meskipun ada pula yang dapat kita
mengerti dengan isyarat. Dalam kehidupan
kita saat ini, mungkin banyak di antara kita yang mengungkapkan sesuatu dengan
bahasa asing ataupun bahasa gaul. Terlintas di benak kita bahwa gaya berbahasa tersebut akan
meningkatkan status diri kita di depan lawan bicara. Tetapi sadarkah kita apakah
yang ingin kita sampaikan dapat dipahami oleh lawan bicara kita? Itu yang harus
digarisbawahi dan dicetak tebal dengan penulisan miring. Berikut adalah sebuah contoh kasus sederhana dan
menggelitik tentang kasus penyampaian yang kurang pas dan jadinya amburadul.
Ada seorang guru SD di pelosok
desa, dengan jenjang pendidikan tinggi yang bergelar S.Pd, S.H, S.Sos, M.M, M.Hum dan seterusnya sampai susah
mengejanya. Sang guru juga aktif dalam organisasi masyarakat dan kepartaian. Menurut
kabar yang beredar, sang guru juga mau mencalonkan diri menjadi ketua RT di
kabupatennya. Untuk lebih mudah memahami cerita, kita sebut saja
sang guru dengan nama Pak Jhon.
Di suatu hari saat istirahat
siang di sekolah tempatnya mengajar, pak Jhon merasakan suasana yang panas. Walaupun
berada di dalam ruangan, pak Jhon tidak kuat menahan hawa panasnya karena 50%
atap ruangan sudah hilang. Kerongkongan pak Jhon pun seperti terbakar. Akhirnya
pak Jhon menyerah, dan memanggil Panjul muridnya kelas 3 yang ingusan,
kerempeng, dan dekil. Pak Jhon minta tolong pada Panjul untuk membelikan ORANGE JUICE di toko yang tidak jauh
dari sekolahnya. Dengan sigap si Panjul siap melaksanakan tugas karena dia
adalah murid yang berbakti. Pak Jhon memberikan uang 50 ribu rupiah dan bilang
ke Panjul, “Tulung tukokno minuman orange
juice. Tak ejrah yo, O-R-A-N-G-E juice.” Setelah pak Jhon mengeja nama
pesanan minumannya itu, si Panjul pun menjawab, “Injih Pak.” Si Panjul lalu berlari secepat mungkin ke toko.
Sesampainya di toko, si Panjul
merasa agak bingung dengan permintaan pak Jhon. Setelah berpikir keras tentang
nama minuman yang dieja oleh pak Jhon tadi, si Panjul memberanikan diri
bertanya pada pemilik toko, “Buk, badhe
tumbas ombenan sing mboten nyuntik.”
Si ibu pemilik toko merasa kebingungan dengan mulut menganga mendengar
ucapan si Panjul tersebut. Lalu si ibu bertanya, “Iku
ombenan opo yo? Aku gak tau ngerti. opo iku ombenan anyar yo? Terus olehe
kulakan nang ngendi? Jajal sesuk tak golekne.”
Mendengar jawaban si ibu pemilik toko, si Panjul takut bukan kepalang
dan lari tunggang langgang. Ketika mendekati sekolah, langkahnya lemas
kecapekan dengan hati gundah gulana karena merasa gagal menunaikan tugas
kehormatan sebagai murid berbakti. Pikiran si Panjul melayang membayangkan
hukuman yang akan diterima karena mandat pak Jjhon tidak terpenuhi. Dengan hati
was was si Panjul memberanikan diri untuk melaporkan kegagalan tugasnya. Baginya
tugas adalah tugas dengan kejujuran yang harus diembannya.
Di hadapan pak Jhon dia menghadap
dan meminta maaf, “Pak, pangapunten, teng toko mboten wonten minuman
sing mboten nyuntik.” Mendengar laporan si Panjul, pak Jhon melongo dan
tepuk jidat sambil berkata, “Yo wes lah, tak tuku dewe, wes kono gek
ndang mlebu kelas.”
Dari cerita di atas, jelas sudah bahwa bahasa berperan dalam menyampaikan maksud dan membuat paham lawan bicara kita. Yang kita utamakan adalah pemahaman tentang karakter orang yang kita ajak bicara; bukan mengutamakan pencitraan untuk memperlihatkan status sosial kita.
Dari cerita di atas, jelas sudah bahwa bahasa berperan dalam menyampaikan maksud dan membuat paham lawan bicara kita. Yang kita utamakan adalah pemahaman tentang karakter orang yang kita ajak bicara; bukan mengutamakan pencitraan untuk memperlihatkan status sosial kita.
No comments:
Post a Comment