Labels

27/06/2021

An Unforgettable View

When you look through the window
Can you sense an inner joy?
Imagining about your morrow
That noone will ever destroy

When you slightly open that window
Can you feel the breeze
Carressing your face very slow
Letting you feel at ease

When you look at the view
Will the memory last forever?
Every thought of you
Every little thing you discover

Never forget everything we have been through
Stay with me in my memory
My feelings for you are everlastingly true
My heart is trusting you without any worry

Someday another you will come here
To create a story to remember
To not forget everything to wonder
With a heart and a soul so sincere.

(The picture was taken from the second floor of Wearnes Education Center Madiun.)

24/06/2021

Ternyata Banyak Perbedaan

Selama ini saya berpikir bahwa semua orang pasti akan bisa lebih mudah bersin ketika menatap cahaya lampu yang terang atau matahari. Ternyata setelah saya sempat berbincang dengan seorang teman tentang bersin, teman saya itu bilang bahwa cahaya tidak memberi efek bersin buat dia. Yang membuat dia mudah bersin adalah bulu kucing, padahal dia pencinta kucing. Bisa saya bayangkan bagaimana nasib dia di rumah dengan kucing-kucingnya.

Buat saya, jika ada dorongan dari tubuh untuk menyuruh saya bersin, saya pasti akan sigap mencari sinar matahari biar bersin saya memuaskan. Beberapa kali saya mengalami masalah ketidaklancaran bersin hanya karena saya tidak melihat adanya kesempatan mencari cahaya matahari. Cahaya lampu di ruangan kadang masih terlalu lembut buat bersin saya. Apalagi jenis lampu LED. Tidak ada efeknya buat saya supaya bisa bersin. Sakit hati tidak karuan apabila bersin gagal dilakukan.

Pada kenyataannya, apa yang terjadi dengan tubuh saya yang berkaitan dengan bersin itu adalah sebuah kelainan yang tidak membahayakan. Setelah saya membaca beberapa artikel tentang itu, saya menjadi lega. Lega karena mempunyai kelainan yang unik. Lega juga karena masih ada banyak orang lain yang mempunyai kelainan itu. 

Perbedaan yang lain adalah tentang kebiasaan mandi. Ternyata, ada yang mandi dengan sambil berdiri, ada juga yang mandi dengan sambil duduk. Saya pikir semua akan mandi dengan cara berdiri. Kalau perkara mandi, jelas itu bukan kelainan; itu hanya masalah kebiasaan dan bentuk kamar mandinya.

Satu lagi cerita tentang perbedaan yang saya temukan. Saat itu saya sedang berdialog dengan seorang perawat di sesi vaksin. Perawat itu bertanya tentang riwayat alergi saya. Saya jawab saja bahwa saya tidak tahu karena memang saya tidak terlalu memahami jika tubuh saya itu menolak atau menerima obat yang masuk ke tubuh saya. Yang jelas, saya selalu berusaha untuk tidak mengonsumsi obat dari apotik atau dari dokter, walaupun itu hanya paracetamol misalnya. Mungkin si mbak perawat itu mempunyai riwayat alergi dengan obat tertentu. Siapa tahu? 

Lalu dia menanyakan keluhan lain kepada saya. Saya memang punya kendala asam lambung yang gampang naik sampai ke kerongkongan. Saya bilang ke perawat itu kalau saat asam lambung saya naik dan saya pas sedang merasa lelah, saya pasti mendapat serangan sesak nafas. Namun si mbak perawat itu langsung membantah saya. Dia bilang bahwa serangan asam lambung tidak ada hubungannya dengan sesak napas. Dia malah bercerita jika dia tidak mengalami sesak nafas jika dia sedang kelelahan. Dia memaksa saya agar segera periksa ke dokter. 

Saya langsung dengan santai menimpali perawat itu. Saya bilang,"Lho Mbak, tubuh kita kan beda. Mestinya reaksinya juga bisa beda. Saya tahu cara saya sendiri untuk menyembuhkan sesak napas itu. Saya hanya perlu istirahat sejenak. Saya tidak perlu ke dokter".

Perawat itu tetap bersikukuh bahwa saya perlu untuk segera ke dokter dan melakukan medical check-up agar saya bisa mengetahui penyakit apa yang sedang saya derita. Saya sadar bahwa banyak sekali perbedaan antara saya dengan si mbak perawat itu. 

Dia menomorwahidkan dokter; saya anti dokter. Dia menganggap semua penyakit lambung akan memberi efek rasa sakit ke perut; saya sendiri yang sudah memahami tubuh saya sendiri sadar bahwa serangan asam lambung bisa berefek ke sariawan, batuk, sakit tenggorokan, dada terasa terbakar, sesak napas, dan minimal sakit perut lah. Dia harus tahu tentang kondisi kesehatan tubuhnya dengan cara berkonsultasi ke dokter; saya tidak butuh ke dokter untuk mengetahui apa yang terjadi dengan tubuh saya.

Mungkin akan banyak orang menganggap bahwa saya terlalu konyol. Wajar saja jika orang berpendapat tentang cara hidup orang lain. Akan tetapi, paling tidak orang lain akan berusaha memahami mengapa terjadi perbedaan-perbedaan itu. Hendaknya mereka tidak menghakimi bahwa apa yang dilakukan orang lain itu salah atau tidak normal. Adanya perbedaan-perbedaan itu semestinya bisa membuat kita semakin mau untuk belajar dan mengamati sekitar dengan tujuan untuk tidak menghakimi; tapi untuk semakin memahami.

12/06/2021

Gawat! Tertawa akan Dilarang di Manapun!!

Ada beberapa tempat yang memang diperuntukkan bagi banyak orang yang menerapkan larangan tertawa karena memang tempat itu butuh kesunyian. Misalnya masjid pada saat ibadah berjamaah sedang dilaksanakan, rumah orang yang salah satu keluarganya meninggal dunia, perpustakaan yang semua pengunjungnya pasti membaca dan butuh ketenangan, dan tempat-tempat lainnya. Namun, pandemi atau tidak, saya mempunyai kecurigaan bahwa suatu saat nanti tertawa terbahak-bahak di tempat umum manapun akan dilarang.

Larangan itu bisa jadi karena didasarkan atas hasil sebuah riset tentang resiko penularan penyakit melalui mulut yang terbuka dari orang yang tertawa lepas. Atau bisa jadi karena didasarkan atas hasil pengamatan tentang tingkat kegagalan meditasi akibat pengaruh suara tawa. Atau mungkin juga dikarenakan resiko kemunculan rasa marah dari orang yang merasa jadi bahan tertawaan. 

Buat saya, tertawa menularkan kebahagiaan. Virus yang awalnya akan tertularkan karena tawa mestinya tidak jadi menyerang karena orang yang tertawa bersama dengan orang yang menyebabkan tawa sedang merasa bahagia. Seharusnya pemicu penyakit itu tahu diri dan tidak akan bisa merusak kebahagiaan orang-orang yang sedang tertawa lepas itu. 

Namun, terkadang suasana bahagia akan jadi rusak jika ada satu orang saja yang bersikap mengendalikan dan menginginkan agar tertawa dihentikan. Perusak suasananya bukan dari virus yang ditularkan lewat tertawa, tapi dari orang itu. Mungkin saja sang pengendali itu akan melakukan sesuatu yang personal dan akan dilakukan di tempat umum. Semestinya, apapun yang akan dilakukan di tempat umum yang membutuhkan konsentrasi tingkat tinggi itu bisa dilakukan oleh orang yang tidak mementingkan kepentingan pribadi. 

Dengan kata lain, orang itu tidak perlu menunjuk dirinya sendiri untuk menjadi pengendali kebahagiaan orang lain. Orang itu seharusnya bisa mengambil sikap dengan cara elegan. Mungkin dia bisa melakukan hal itu di tempat lain karena dia bisa jadi punya masalah dalam memusatkan perhatiannya. Dia termasuk orang yang mudah terpecahkan konsentrasinya dengan hal-hal sepele yang lain.

Kemungkinan yang lain, dia bisa saja menunda melakukan satu hal itu sebentar saja. Tidak ada salahnya dia ikut hanyut sekejap dengan kegembiraan tawa itu agar otaknya bisa sedikit lega dari kepenatan pikiran. Dengan begitu, kemampuan berkonsentrasinya nanti bisa ada peningkatan.

Saya merasakan semakin banyak orang seperti itu bermunculan. Entah apa yang menyebabkan itu. Yang jelas, suatu saat nanti, tertawa sebagai aktivitas refleks yang rileks dari tubuh akan dilarang! Senasib seperti ketika kita menguap di dalam kelas karena gurunya membosankan, atau seperti ketika membuang gas saat perut kita mengandung banyak gas akibat mengonsumsi makanan atau minuman tertentu.

Oleh karena itu, kita manfaatkan sebaik-baiknya dengan tertawa sehat di depan umum sebelum dilarang. Kita latih diri kita untuk tetap bisa tertawa walaupun tidak ada orang lain yang bersama kita. Kita bisa tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku hewan peliharaan kita, kita bisa mentertawakan diri sendiri ketika imajinasi kita menjadi aneh saat melihat gumpalan awan di langit, dan kita bisa tertawa sendiri saat mengenang memori lucu di kehidupan kita. Jangan biarkan kemampuan tertawa kita lenyap hanya gara-gara penguasa.

09/06/2021

If you were a bird

Imagine if you were a bird
Sitting on a tree branch
Showing off your feathers
Singing outloud
And thinking that all the other birds would adore you
Would you even have time to remind yourself about how small you were?

Imagine if you were a bird
Sitting on a tree branch
Looking all around you
You would not have a chance to sing
Because you let your eyes observe
No time to admire yourself
Because you let you ears listen
No time to be loud
What a wonderful way to enjoy the world

Imagine if you were a bird
Flying up high
And the other creatures under you were admiring you
But you didn't even care
You chose to focus on your purpose of flying
What a wonderful way to enjoy your life.