Labels

09/03/2015

begal kok dipelihara

Pagi tadi, untuk yang kesekian kalinya, saya disuguhi berita tentang begal motor. Setiap hari selalu ada berita tentang itu. Sempat terjadi perdebatan kecil dengan suami saya ketika kami sedang menonton berita itu. Saya bilang kalau ramainya begal itu gara-gara sering diberitakan. Seperti virus; ketika ditularkan, akan cepat menjangkiti banyak orang. Anggap saja satu berita begal itu virus. Ketika disiarkan beritanya (=baca: ditularkan), pasti akan banyak kejadian yang serupa. Dan hal itu akan terus disiarkan. Saya sampai bilang bahwa pemberitaan tentang begal malah memicu niat jahat orang untuk membegal pengendara motor. Maksud baik pemberitaan adalah memberitahu masyarakat untuk lebih waspada, tapi pada kenyataannya malah semakin banyak korban bermunculan. Suami saya berpendapat lain. Dia bilang bahwa semakin banyaknya korban begal diakibatkan karena kepolisian yang kurang tanggap.

Nah, ada di manakah para polisi ini? Kalau saya lihat, di setiap pos jaga polisi, mesti ada polisi yang bertugas. Dan mesti ada televisi yang menyala. Mestinya mereka menonton berita itu. Yang menjadi pernyataan adalah bagaimana reaksi mereka ketika menonton berita tentang begal itu. Apakah mereka saling berkomentar seperti layaknya bapak-bapak atau mas-mas yang ngopi di warkop sambil menonton berita? Atau apakah mereka langsung tergerak jiwa profesinya untuk segera membantu mengamankan daerahnya? Andaikan jiwa profesi mereka tergerak, mereka tentunya tidak boleh asal mengambil tindakan. Mereka harus menunggu perintah dari atasan. Masalahnya, apakah sang atasan berani tegas untuk mengambil tindakan? Lha wong mau ke mana-mana saja harus dikawal... Pengawalan untuk atasan mungkin saja bagian dari prosedur, namun harus dicamkan di benak semua polisi baik atasan maupun bawahan bahwa yang harusnya dikawal dan dilindungi adalah masyarakat.

Pernah suatu hari Minggu pagi, jam 1 dini hari, saya dan suami berkeliling kota Madiun. Niatnya ingin melihat keramaian pasar besar pas dini hari. Beberapa daerah tertentu masih ramai oleh anak muda yang nongkrong tiada guna sambil memamerkan motor dengan knalpotnya yang memekakkan telinga. Ada juga daerah yang kiri kanan jalannya penuh dengan parkir mobil dan motor karena di situ ada beberapa diskotik. Dan tentunya pasar besar. Pasar besar inilah yang ramai tapi membuat hati nyaman, tidak was-was. Tempat ramai lainnya pada dini hari itu membuat hati saya was-was karena bisa jadi rawan kejahatan. Dan ajaibnya, tidak terlihat satupun polisi yang hidup!! Pos polisi terlihat anteng karena tidak jelas apakah polisi di dalamnya sedang terjaga atau tertidur. Ya wajarlah kalau kejahatan semakin marak karena sang pengayom masyarakat terkesan ingin mengayomi diri sendiri. Pengayom masyarakat yang benar-benar ingin mengayomi masyarakat hanya ada di film-film.

Akan lebih tentram rasanya jika berita-berita kriminal tidak disiarkan untuk masyarakat, tapi untuk polisi saja, agar polisi tahu tanggung jawabnya. Jika masyarakat terlalu dicekoki berita-berita kriminal, mereka akan semakin terpuruk dengan rasa ketakutannya. Bagi mereka yang punya otak kriminal, mereka akan terpicu untuk semakin giat melakukan aksi kejahatan.

No comments:

Post a Comment