Labels

18/04/2025

How to Practice Gratitude

Practicing gratitude is easier said than done if we are not used to doing it. Yes, it is a habit. Doing a habit is easy because it is autopilot. And because practicing gratitude is a good habit, it is even much more difficult to start. 

Let me make this a bit clearer. When we are starting to do something hard as a routine, like waking up early, doing the housework, or workout, it certainly feels heavy. On the second day, we really want to quit. However, when we are usually coming to work on time for example, and then one day we suddenly come late, we have an urge to come late again just to try. And I assure you it feels good because there is a feeling of freedom; free from a routine, free from obeying the rule. Then if we make it as a habit, we don't need a longer time to create it as a habit.

Don't you think it is weird when it feels hard to create a good habit while it feels so easy to make a bad habit? Though calling it as good or bad needs different points of view, we can still agree that gratitude is something good. And, yes, it is rather hard to practice it every day. That is because human minds are full of big, busy thoughts. Then, of course, because gratitude is something small, it is unthinkable to practice.

So, how should we practice gratitude until it becomes our habit? Should we follow some random motivators telling us some steps to practice gratitude? Yes, perhaps we can. However, we fail to proceed just because we suddenly know that those motivators are not as great as we think. We get disappointed knowing that our role models (a.k.a. those motivators) are just a normal human being. They don't do what they say. So we stop practicing.

Or should we force ourselves to make schedules to practice? For instance, we say energetically: "Thank God I'm still alive!" every time we wake up in the morning. That is a good idea to do. It can energize us to do our activities for the whole day. We undoubtedly hope that we wake up fresh every morning. And saying that utterance is easy when we wake up fresh. It will be totally different if we have so many problematic thoughts the night before. Can we wake up fresh the next morning? I don't think so. And of course we have no time to think that we should say: "Thank God I'm still alive!"

Anyway, at least we are aware that we are still alive. That is a good start to practice our gratitude. In any circumstances, good or bad, happy or sad, we can still express our gratitude for life to still be alive.


Umur bukan hanya Angka

46 memang angka biasa buat orang-orang yang tidak menganggap angka 4 dan 6 spesial. Tapi kalau mereka adalah penggemar Motogp, pastilah 46 adalah angka keramat. Mereka yang selalu menikmati suguhan Motogp selama kurang lebih 20 tahun pasti tahu Valentino Rossi dan angka itu.

Saat ini, angka 46 juga spesial buat saya karena hari ini saya genap berusia sejumlah angka itu. Ucapan selamat ulang tahun yang pagi tadi saya dapatkan adalah dari Unit Donor Darah PMI Madiun karena memang data saya tersimpan di sistem itu sebagai pendonor😁. Mungkin nanti ada lagi ucapan selamat dari beberapa aplikasi belanja online😂. Saya maklumi kalau saya tidak mendapatkan ucapan selamat dari suami saya karena hari lahir hanyalah hari biasa bagi kami berdua.

Dan walaupun saat ini ungkapan isi pikiran saya sedang saya tuangkan di blog ini, bukan berarti bahwa saya menganggap bahwa tanggal hari ini adalah tanggal spesial. Kemampuan menulis saya sedang saya ragukan saat ini. Hampir selama 7 bulan, otak saya penuh dengan berbagai ide tulisan, tetapi tidak pernah sekalipun bisa terkonsep di blog ini. Kelihatannya otak saya ini sedang menikmati istirahat semenjak saya tidak menjadi orang yang punya jam kantor 08:00 - 16:00, alias dirumahkan.

Ya. Dirumahkan. Atau istilah kerennya adalah pensiun dini. Atau mengundurkan diri dari bekerja. Mungkin ada juga yang beranggapan bahwa saya sudah tidak bekerja lagi karena perusahaannya bangkrut. Yang jelas, pada usia 46 tahun ini, saya yakin bukan saya penyebab tutupnya lembaga tempat saya mengajar itu. Dan itu salah satu pencapaian saya di usia 46 ini: tidak menjadi penyebab tutupnya lembaga tempat saya bekerja.

Angka 46 saat ini bukan hanya angka bagi saya; tapi juga berarti umur yang telah saya capai di saat saya memperoleh pencapaian-pencapaian lain. Pada umur ini, saya sudah berani membuat keputusan untuk tidak lagi terikat dengan rutinitas wanita pekerja. Tidak lagi harus berdandan rapi jali, berpakaian resmi, berangkat pagi dan pulang sore hari hanya demi tiap bulan mendapat gaji. Tapi pastinya juga diridhoi oleh suami ketika saya bilang ke dia bahwa saya tidak akan mencari-cari lowongan pekerjaan mengajar lagi.

Selain itu, pencapaian saya yang lain adalah "keterpaksaan" saya untuk mempelajari hal baru, yaitu tentang pestisida dan pupuk. Ya karena saya menjalani peran istri yang tidak bekerja kantoran, alias di rumah saja, saya sigap saja menjalankan usaha kecil berupa kios pertanian milik suami saya di depan rumah. Jadi, biar saya tidak terlihat dungu saat ditanya calon pembeli, mau tidak mau saya banyak membaca info tentang pestisida dan pupuk.

Sebenarnya masih ada beberapa pencapaian lain yang sudah saya raih, namun saya pikir itu hanya pencapaian remeh. Ada satu pencapaian yang akan saya tulis di sini. Suami saya pun belum saya beritahu tentang pencapaian ini. Nanti mungkin saat dia membaca ini, baru dia akan tahu.

Pencapaian itu ada kaitannya dengan alasan mengapa saya mendadak rajin olahraga jalan pagi dan mengurangi makan. Saya memang tergolong ke dalam perempuan setengah baya yang berat badannya berlebih, dan kelihatannya akan susah menurunkan berat badan jika alasannya remeh. Contoh alasan remeh versi saya adalah ingin terlihat seksi, biar baju-baju yang masuk museum bisa muat lagi, ataupun biar sehat.

Saya punya alasan kuat mengapa saya harus rajin jalan pagi dan mengurangi makan. Alasan saya berkaitan dengan saat saya mati nanti. Saya tidak ingin menyusahkan orang-orang yang memandikan jenazah saya dan yang menggotong tubuh saya ke liang lahat nanti. Saya tidak mau tubuh saya berat, karena saya yakin dosa saya juga berat. Masak waktu saya mati saja masih harus menyusahkan orang lain karena berat tubuh saya.

Jadi, berapapun umur kita, pasti selalu ada pencapaian-pencapaian kecil yang sudah diraih.

11/09/2024

Menyimpulkan itu Bebas

Media sosial benar-benar bisa membuat pemirsa mendadak mahir membuat kesimpulan. Memang sudah menjadi hal yang lumrah jika kita menggunakan akun media sosial kita untuk berbagi suatu informasi, baik itu yang berkaitan dengan hal yang umum sampai dengan hal-hal yang berbau privasi. 

Pada kenyataannya, platform-platform yang tersedia buat kita untuk bermedsos ria mempunyai tujuannya masing-masing. Ada yang untuk terlihat profesional, terkesan mewah dan berkelas, terkesan pandai, terlihat berbakat di fotografi, dan sebagainya. Pastinya jika kita ingin terlihat wah di mata netizen, kita tentu mengunggah hal yang bisa mendongkrak derajat kita.

Sebagai salah satu pengguna setia WhatsApp, saya terpaksa memperlakukannya sebagai platform media sosial walaupun pada awalnya saya gunakan itu untuk pengganti SMS. Namun karena SMS sudah semakin ditinggalkan penggunanya, Whatsapp lah yang saya gunakan. Dan karena bermedsos itu membosankan buat saya pribadi, saya lebih memilih untuk tidak aktif mengintip status Whatsapp orang lain ataupun berbagi status.

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat berbagi status saat saya sedang menonton acara talk-show yang diadakan oleh sebuah universitas di Madiun. Tidak ada terbesit keinginan untuk menggiring opini kepada mereka yang mengintip status Whatsapp saya bahwa saya penggemar pembicara di talk-show tersebut. Untuk diketahui saja, pembicaranya adalah Rocky Gerung, seorang sosok yang kontroversial di Indonesia. Nah, video yang saya bagikan di status Whatsapp saya adalah ketika dia masuk gedung dan disambut riuh dan semarak oleh sekitar 500 orang yang ada di gedung itu. Saya mau memberitahu orang-orang yang melihat status Whatsapp saya bahwa sosok yang dibenci oleh banyak orang di Indonesia itu ternyata kedatangannya disambut dengan tepuk tangan yang meriah oleh hadirin yang didominasi oleh mahasiswa dan pendidik.

Gara-gara status itu, ada teman saya yang mengira bahwa saya pindah tempat kerja karena dia mengenali gedung yang dipakai buat acara talk-show tersebut. Karena dia dan saya lumayan sering mengobrol di chat, dia langsung menanyakan kepada saya lewat chat untuk mengobati rasa penasarannya. Entah apa juga yang ada di pikiran orang-orang yang mengintip status saya dan mereka tidak menanyakannya ke saya. Pasti mereka membuat hipotesis-hipotesis liar yang berujung pada pembuatan kesimpulan tanpa dasar yang kuat😑. Tetapi itu bukan masalah karena orang bebas membuat kesimpulan-kesimpulan dari apa yang dia lihat.

Media sosial bisa mendorong orang untuk membuat kesimpulan-kesimpulan hanya berdasarkan pada satu atau dua data yang dilihat. Misalnya dari foto profil yang dipasang dan dari cerita yang dibagikan setiap harinya. Secara logika saja, kemungkinan besar terjadi kesalahan pembuatan kesimpulan dikarenakan adanya data yang terbatas. Jika ternyata kesimpulannya benar, bisa jadi sang pembuat kesimpulan mempunyai kemampuan sebagai ahli nujum😅.

Namun begitu, beruntunglah orang-orang yang hidup di jaman media sosial ini. Mereka terbantu perkembangan daya pikir cepatnya berkat suguhan-suguhan yang ada di media sosial. Mereka juga terbantu untuk mendapatkan informasi singkat dari video singkat yang setiap saat mereka nikmati dari layar ponsel mereka. Mereka pun mendadak bisa menjadi ahli skin care, ahli pertanian, ahli psikologi, bahkan ahli kejiwaan berkat kebiasaan mereka menonton video pendek dengan intensitas yang sangat tinggi.

Bagi siapapun yang sudah membaca tulisan saya ini, silakan bebas menyimpulkan tentang saya.