Labels

18/04/2023

Swallow Your Pride

No need to feel shy
No matter to not deny
Those faults you have made
That's what makes you level up your grade

To confess is not to feel less
It's not making your life a mess
Who has a spotless life anyway
Human errs every day

        Who is asking you to look perfect
        Don't deceive yourself
        There's no point in being too strict
        Listen to yourself, don't be deaf

Own up to your mistakes, swallow your pride
Whatever it takes, swallow your pride
It's never too late to be truly honest
Cause you're the bravest
If you swallow your pride.

It's always feeling good to let it out
Yes, shame is what you worry about
It shall anyway vanish
Like what all wrongdoers wish
So swallow your pride
To let the chance open wide


        
        

 

Childless or Childfree?

 There are always stages of changes when deciding about your life. Well, it is not about making decision. I would rather call that as accepting. On one stage of your life you decide to do plan A. But because plan A is not working, then you decide plan B. Then plan B results in zero. Are you going to go through C to Z? Maybe yes if you want to get cranky and depressed. Or you stop; either to feel hopeless or just want to swallow that fact and live with it.

When a woman decides to get married, naturally she will want to have children. However, she must realize that not all women are easily getting pregnant. One woman can wait only one month after the wedding to know that she is pregnant successfully. Another woman must wait for the pregnancy longer than one year, even years. She either has to force herself to get pregnant by using the medical technology or chooses to finally not have a child. 

The woman who can finally have a child with the help of modern technology will feel happily relieved because she can look like a normal woman in the eyes of the society. That normality is what the society hopes from a woman. Meanwhile, the woman who has not been pregnant within years of marriage and who finally decides to be childless (no adoption whatsoever) will be regarded as imperfect by the society. Then how will that woman react? She must choose either to care less or live in despair.

There is one young, famous influencer from Indonesia who doesn't need to wait for a long time to make a decision to have children or not and is so proud of being childfree. I myself don't have problems with that. I will, however, consider her as a big, serious problem if she thinks that being a woman with children is a bad idea and encourages all young women who follow her to be childfree. But, I must understand that her job as an influencer is to influence her followers. It's up to her followers whether to do what she says or to disagree with her. 

And for me, a forty four year old, married but childless woman, to say that a woman is childless or childfree depends on the perspective. From my perspective, a woman saying that she is childless shows that she actually wants to have a child, but can finally accept the fact that she cannot be pregnant or adopt a child. If a woman says that she is childfree, she shows her true self of being a woman who needs to be stress-free from the existence of a child in her life. 

What about you? How will you label a married woman who doesn't have a child? Childless or childfree? How you will label her will define how you face your life, how you view life, and how you make important decisions for your life.

27/03/2023

Bisa bedakan "-nya" dan "-Nya"?

Materi bahasa Indonesia memang gampang-gampang susah. Saya sendiri yang orang Indonesia juga masih bimbang apakah saya harus menggunakan kata "jaman" ataukah "zaman". Walaupun sebenarnya saya bisa memeriksanya sendiri di aturan bahasa Indonesia yang baku yang bisa saya cari di Google. Ibaratnya sesederhana "one click away", semua masalah tentang kebimbangan pengetahuan bisa dibereskan dengan cepat. Termasuk kebimbangan tentang mana yang benar: "mengkonsolidasikan" ataukah "mengonsolidasikan". Ada beberapa warga asing yang belajar bahasa Indonesia mengatakan bahwa hal yang paling sulit dalam bahasa Indonesia adalah imbuhan yang berupa awalan, sisipan, dan akhiran.

Saya mau ambil contoh penggunaan akhiran "-nya":

1. Wah, ternyata bolanya jatuh ke parit. (-nya di kata "bolanya" berarti menggantikan kata tunjuk)

2. Saya bertemu Bu Wanda dan anaknya. (-nya di kata "anaknya" berarti pengganti kata milik orang)

3. Tuhan menyayangi makhluk ciptaan-Nya. (-Nya di situ berarti menggantikan milik Tuhan)

Masih banyak contoh penggunaan akhiran -nya yang lain. Tapi karena saya bukan ahli bahasa Indonesia, tiga contoh sudah cukup.

Ada contoh menggelitik yang berhubungan dengan akhiran "-nya". Saya akan berikan contoh caption di di satu momen peringatan keagamaan. Mestinya contoh caption ini pun bisa ditemukan di artikel yang membahas caption yang sesuai dengan tema momen tersebut. Ini contohnya yang sudah saya lihat juga di artikelnya: "Semoga Tuhan senantiasa bersama dengan mereka yang mengingat penciptaan-Nya, merenungkan serta merasakan ketenangan di tengah keramaian dunia." Apakah ada keanehan terasakan dari kata "penciptaan-Nya"? Buat saya, tidak ada yang aneh. Kalimat itu benar secara makna, makna yang saya pahami. Kalimat di atas adalah doa buat mereka (yaitu umat manusia dan makhluk lain yang juga ciptaan Tuhan) yang mau mengingat penciptaan Tuhan. Penciptaan maha karya Tuhan sudah selayaknya harus diingat dan direnungi agar umat bisa selalu sadar dari mana mereka berasal. Itu yang saya pahami karena saya yakin bahwa Tuhan itu maha pencipta dan Dia tidak diciptakan.

Nah, yang membuat saya jadi agak merasa aneh adalah ketika ada ralat untuk doa itu. Ada pihak yang meralatnya menjadi begini: "Semoga Tuhan senantiasa bersama dengan mereka yang mengingat pencipta-Nya, merenungkan serta merasakan ketenangan di tengah keramaian dunia." Kok rmereka (umat) seakan-akan disuruh mengingat siapa yang menciptakan-Nya. Nah, berarti kalimat doa itu menimbulkan kesan bahwa kita umat manusia harus ingat bahwa ada yang menciptakan Tuhan. Lho??

Ada dua kemungkinan yang terjadi pada dia yang meralat itu. Kemungkinan pertama adalah dia termasuk golongan orang yang mempercayai bahwa Tuhan itu ada yang menciptakan. Berarti dia percaya ada yang lebih Maha daripada Tuhan yang dia sembah. Dari ritual yang dia lakukan sebagai umat, dia menyembah Tuhan; bukan penyembah pencipta Tuhan. Berarti kemungkinan pertama bisa saya bantah sendiri. Kemungkinan kedua, dia termasuk yang tidak paham tentang teori bahasa Indonesia. 

Namun, apa mau dikata? Orang mempunyai kecenderungan untuk menilai salah dan benar, cocok dan tidak cocok. Saya berusaha memahami dia yang meralat itu. Saya berusaha di sudut pandang dia; sudut pandang orang yang kurang bisa menelaah informasi tertulis. 

Bagaimana? Sudah membaca sampai akhir tulisan ini? Terima kasih. Selamat memahami sudut pandang saya.